Kamis, 25 September 2008

syukur...rasa syukur..

Ketika kita bicara soal syukur atau kata Syukuran, makna yang sering kali muncul dengan kata syukur itu adalah sebuah perbaikan gizi. Kalau kita dengar misalnya, „nanti sore akan ada syukuran dirumah pak …“ saya yakin, pasti yang ada dikepala kita adalah makan–makan, itu artinya perbaikan gizi, terutama bagi para student.

Sekarang, pernahkah kita diberikan ucapan terima kasih oleh seseorang? Saya yakin sekali, kita kita akan merasa sangat senang sekali saat diberikan sebuah ucapan terima kasih oleh seseorang.

Begitulah sebetulnya sebuah analogi syukur kita kepada Allah Yang Maha Menciptakan.

Syukur itu adalah sebuah kunci dari segudang kenikmatan. Barang siapa yang ahli mensyukuri nikmat yang ada, maka Allah akan membuka nikmat yang belum ada. Ketika kita mensyukuri salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada kita, maka Allah akan memberikan kita nikmat yang lain. Jadi Syukur itu adalah sebuah kunci dari lemari yang berisi penuh dengan nikmat, namun kebanyakan dari kita lebih memikirkan isi lemarinya dari pada kuncinya.

Kita lebih memikirkan, kapan saya dapat rezeki, kapan saya dapat ferienjob, kapan nilai nilai ujian saya bagus bagus, padahal sudah banyak nimat yang Allah berikan kepada kita, nikmat sehat, nikmat bisa belajar, nikmat semua berjalan lancar yang tanpa kita sadari, karena kita terlalu memikirkan apa – apa yang belum ada, tapi lupa mensyukuri nikmat yang telah kita terima.

Sekarang bagaimana caranya bersyukur. Ada beberapa syarat supaya kita dapat mensyukuri nikmat Allah. Pertama, Tidak boleh merasa memiliki dan dimiliki. Kita harus yakin seyakin yakinnya, bahwa kita tidak memiliki apapun, semua hanya titipan. Bahkan diri kita sendiri pun bukan milik siapapun, termasuk kita, cuma Allah yang memiliki. Diancam mau dibunuh? Silahkan saja, yang mengancam juga sudah diancam mati oleh Allah.

Seorang hakim mengatakan, “saudara terdakwa divonis hukuman mati!”, padahal bukan tidak mungkin hakimnya yang meninggal lebih dulu. Ada sebuah cerita, seseorang sakit hingga koma dirumah sakit selama lima tahun, bayangkan lima tahun! Tapi ternyata yang meninggal malah yang menengok. Nyawa ini bukan milik siapa-siapa.

Sekarang misalnya kita tetep keukeuh (bersikeras), “masa diri ini bukan punya saya, saya mau kemana kek, terserah saya, diri ini punya saya kok”. Coba tahan jerawat satu saja yang muncul, coba tahan sehelai uban yang muncul, tidak akan bisa, atau coba tahan sebulan tidak buang air, saya yakin perjuangannya sangat berat dan tidak akan berhasil. Itu adalah bukti, kalau tubuh ini bukan milik kita.

Aa Gym mengatakan, rumus yang paling mudah adalah rumus Tukang Parkir. Mobilnya banyak, ganti-ganti, tapi diambil orang dia tenang saja, karena dia merasa dititipi. Dan begitulah seharusnya kita bersikap. Tapi bukan berarti saya mengajak untuk miskin, tidak. Kalau punya banyak uang, misalnya hasil kerja selama liburan musim panas, silahkan kalau mau beli tanah, kalau mau beli laptop, mau beli mobil, silahkan. Kalau perlu, beli tanah yang luas, lalu wakafkan, beli laptop yang banyak juga, lalu pinjamkan untuk keperluan dakwah. Kelak diakhirat tiba–tiba pahala menumpuk, mungkin itu pahala dari orang yang sujud ditanah yang kita wakafkan.

Kedua, Jangan ingin dipuji.

Ganteng? tampan? cantik? emang pesen?
Gagah? badannya ’jadi’? keren? idaman gadis masa kini. Kalau Allah mau, lumpuh, kita tidak bisa apa –apa.
Pinter? Cerdas? Nilai Klausur selalu satu. Dibuat strooke, kita tidak bisa apa –apa.

Kita tidak cocok berbunga–bunga dengan pujian, pujian itu adalah Allah menutupi keburukan kita.

Ada sebuah kisah lagi tentang tiga orang penunggang kuda yang kehilangan kuda ketika mereka sedang beristirahat. Lalu raja yang mengetahui hal itu segera mengirimkan utusan untuk menghadiahkan kuda dan bekal kepada tiga orang itu. Ketika utusan memberikan kepada masing–masing sebuah kuda dan bekal. Orang pertama mengatakan, “Oghhh kereeen”, orang kedua mengatakan, “Wow, ini kuda bagus nih. Milik siapa? Lalu untuk saya? sampaikan terima kasih saya untuk raja”. Orang ketiga mengatakan, “Eh, ini bukan kuda saya nih, ini kuda bagus, kuda siapa ini mas? Apakah raja memberikan kuda ini semata mata agar raja bisa akrab dengan saya? Oh terima kasih.” Itulah sebuah potret manusia, ada manusia yang hanya terpesona dengan apa yang diberikan Allah, ada juga yang terpesona dan berterima kasih, ini model kita, dan yang paling baik adalah selain bersyukur, ia sadar bahwa itu adalah bukan miliknya dan tahu mengapa ia diberikan nikmat itu.

Sebuah cerita lain, seorang komandan PM menyuruh seluruh anak buahnya untuk belajar mengaji. Alasan beliau adalah, “mumpung saya bisa nyuruh nyuruh, makanya saya suruh belajar ngaji”. Nah, demikianlah seharusnya ktia mensyukuri sebuah nikmat, dimanfaatkan untuk hal yang berguna. Dan begitulah contoh seorang pemimpin, pemimpin negara, seharusnya mengajak rakyatnya kepada Allah, seorang pemimpin pengajian apalagi, tugasnya adalah bagaimana agar jamaahnya makin dekat kepada Allah.

Sekarang kita buat sebuah kesepakatan. Kita ini adalah pemimpin untuk diri kita masing - masing, atau kalau kita adalah pimpinan dalam suatu komunitas itu lebih baik. Sekarang kita harus bisa misalnya saja, mengajak teman kita untuk hadir dalam pengajian mingguan, atau pengajian bulanan pengajian kota. Mengajak teman sekamar contohnya kepengajian IKID, mengajak teman kepengajian Iqro di KJRI. Hidup yang cuma sekali – kalinya harus menjadi jalan kebaikan bagi orang lain.

Aa Gym mengatakan „Hidup untuk berprestasi mempersembahkan yang terbaik, bermakna bagi dunia, dan berarti bagi akhirat nanti, itulah Syukur“.

Syukuri semua nikmat ini, mumpung Allah masih sayang sama kita.


Disandur dari tausiyah Aa Gym, 88